Thursday, December 29, 2011

Inilah adabnya !!

Iseng-iseng, saya membuka beberapa catatan saya dari beberapa ceramah di waktu lalu. Salah satu yang saya temukan adalah adab mencari ilmu, yang dibahas juga adab bagi murid dan adab bagi guru. Selengkapnya saya berikan referensi dari salah satu artikel blog juga yang nanti akan saya bahas disini.

.... (~ˇ▼ˇ)~ ~(ˇ▼ˇ)~ ~(ˇ▼ˇ~) ... (~ˇ▼ˇ)~ ~(ˇ▼ˇ)~ ~(ˇ▼ˇ~) .... (~ˇ▼ˇ)~ ~(ˇ▼ˇ)~ ~(ˇ▼ˇ~) ....

Adab Mencari Ilmu

 
1. Ikhlas
 
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam, "Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung niatnya..." (Hadist, Riwayat Bukhari).

Imam Nawawi menyatakan, para ulama memiliki kebiasaan menulis Hadist ini diawal pembahasan, guna mengingatkan para pencari ilmu agar meluruskan niat mereka sebelum menelaah kitab.

2. Mengutamakan yang Wajib
 
Hendaknya penuntut ilmu mengutamakan ilmu yang hukumnya fardhu ain untuk dipelajari terlebih dulu, semisal masalah aqidah, halal haram,dan kewajiban yang dibebankan kepada muslim, maupun larangannya.

3. Meninggalkan yang tidak Bermanfaat
 
Tidak semua ilmu boleh dipelajari, karena ada ilmu-ilmu yang tidak bermanfaat, bahkan bisa menjerumuskan orang yang mempelajarinya kepada keburukan, misal; ilmu sihir.
"Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman, padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setanlah yang kafir yang mengerjakan sihir. Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut..." (Q. Al-Baqarah 102)

4. Menghormati Ulama
 
Rasulullah SAW. bersabda, "Barang siapa menyakiti waliku, maka Aku telah mengumandangkan perang kepadanya" (Hadist Riwayat Bukhari)

Imam Syafi'i dan Imam Hanifah menafsirkan yang dimaksud wali dalam hadist itu adalah para ulama. Sehingga jangan sampai seorang penuntut ilmu melecehkan mereka, karena perbuatan itu mengundang murka dari Allah SWT.

5. Tidak Malu
 
Sifat malu dan gengsi bisa menjadi penghalang seseorang untuk memperoleh ilmu. Karena itu para ulamamenasehati agar kedua sifat itu ditinggalkan dalam menuntut ilmu, hingga pengetahuan yang bermanfaat bisa didapat.

6. Memanfaatkan Waktu
 
Hendaknya pencari ilmu tidak menyia-nyiakan waktu hingga terlewatkan waktu belajar. Ulama besar seperti Bukhari, bisa dijadikan contoh dimana beliau menyalakan lentera lebih dari 20 kali dalam semalam untuk menyalin Hadist yang telah beliau peroleh. Artinya beliau amat menghargai waktu, malam hari pun tidak beliau lewatkan kecuali untuk menimba ilmu.

7. Bermujahadah
 
Para ulama dahulu tidaklah bersantai-santai dalam mencari ilmu. Tentu kalau seorang muslim menginginkan memiliki ilmu sebagaimana ilmu yang mereka miliki, maka harus bersunggu-sungguh, seperti kesungguhan yang telah mereka lakukan.

Ada yang mengatakan kepada Imam Ahmad saat beliau terlihat tidak kenal lelah dalam mencari ilmu. "Apakah engkau tidak beristirahat?" Beliau hanya mengatakan, "Istirahat hanya di Surga"

8. Menghindari Maksiat

Nasihat Imam Al-Waqi' kepada Imam Syafi'i mengenai sulitnya menghafal sangatlah berharga. Imam Al Waqi' menjelaskan bahwa ilmu adalah cahaya dari Allah SWT, sehingga tidak akan pernah bersatu dengan jiwa yang suka bermaksiat.

9. Mengamalkan Ilmu
 
Setiap ilmu yang dipelajari harus diamalkan. Para pencari ilmu hendaknya bersegera mengamalkan apa yang telah ia ketahui dan pahami, jika hal itu berkenaan dengan amalan-amalan yang bisa segera dikerjakan. Ali bin Abi Thalib ra. mengatakan " Wahai pembawa ilmu, beramallah dengan ilmu itu, barang siapa yangsesuai antara ilmu dan amalannya, maka mereka akan selalu lurus". (Riwayat Ad Darimi)

Adab Bagi Guru

  1. Belas kasih kepada murid.
  2. Meneladani Rasulullah dengan tujuan karena Allah.
  3. Menasehati murid.
  4. Mencegah murid dari akhlak tercela.
  5. Tidak mencela ilmu yang tidak ditekuninya.
  6. Mmebatasi sesuai kemampuan pemahaman murid.
  7. Menjelaskan hal-hal yang cocok dengan kemampuannya.
  8. Melaksanakan ilmunya.
Adab Bagi Murid

  1. Mendahulukan kesucian jiwa daripada kejelekan akhlak dan keburukan sifat, karena ilmu adalah ibadahnya hati, shalatnya jiwa dan peribadahan batin kepada Allah.
  2. Mengurangi keterikatannya dengan kesibukan dunia karena ikatan itu memalingkan.
  3. Tidak bersikap sombong kepada orang yang berilmu dan tidak sewenag-wenang.
  4. Orang yang menekuni ilmu pada tahap awal harus menjaga diri dari mendengarkan perselisihan diantara manusia.
  5. Tidak boleh meninggalkan cabang ilmu yang terpuji.
  6. Tidak menekuni semua bidang ilmu secara sekaligus, tetapi harus menjaga urutan dan dimulai dari yang paling penting.
  7. Tidak memasuki cabang ilmu yang lain sebelum menguasai cabang ilmu sebelumnya.
  8. Mengetahui penyebab agar mendapatkan ilmu yang mulia.
  9. Tujuannya menghias dan mempercantik diri (batin dengan agar dekat dengan Allah.
  10. Mengetahui kaitan antar ilmu.

     Referensi :
    http://alhaudh.blogspot.com/2009/07/adab-mencari-ilmu.html 
     Sumber Gambar :
    http://www.google.co.id/imgres?q=adab+mencari+ilmu&um=1&hl=id&client=firefox-a&sa=N&rls=org.mozilla:en-US:official&biw=1280&bih=681&tbm=isch&tbnid=C-rAcCSYOjnUOM:&imgrefurl=http://alqiyamah.wordpress.com/2010/01/16/keutamaan-dan-adab-mencari-ilmu/&docid=VN3rUrsmMDM1mM&imgurl=http://alqiyamah.files.wordpress.com/2010/01/ilmu.jpg&w=550&h=408&ei=fpv8TsG_NYWsrAeDzJTwDw&zoom=1
    http://www.google.co.id/imgres?q=adab+mencari+ilmu&um=1&hl=id&client=firefox-a&sa=N&rls=org.mozilla:en-US:official&biw=1280&bih=681&tbm=isch&tbnid=BRA0Q8-GjExzmM:&imgrefurl=http://maisarahgirl.blogspot.com/2010/11/adab-penuntut-ilmu.html&docid=-rsWasxYzjfvvM&imgurl=http://2.bp.blogspot.com/_Qk_2qwhbMq8/TN9zlQ2LczI/AAAAAAAAAR4/Sncm68bAssI/s320/bljar%25252Bilmu.JPG&w=320&h=279&ei=fpv8TsG_NYWsrAeDzJTwDw&zoom=1
    http://www.google.co.id/imgres?q=adab+mencari+ilmu&um=1&hl=id&client=firefox-a&sa=N&rls=org.mozilla:en-US:official&biw=1280&bih=681&tbm=isch&tbnid=yXLyj7EZDimFzM:&imgrefurl=http://zoukhi.blogspot.com/&docid=lQ1k_c6l0Lzu6M&imgurl=https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOuVHpJGroK0ICU4JcGypfLsdDa0Kn6fVRpFw-z9xZg0sPGlmDUEnQgYvhQ9HB_8PWbvDtY3YBdezAFPxUgjaZjyal5jJ4BTC7N9-joBRPV0TsZOFy-Nv_YC_2wDeiqj9RIsODOQ62YtYW/s400/PR0002.JPG&w=400&h=317&ei=fpv8TsG_NYWsrAeDzJTwDw&zoom=1

Pokoknya NIAT !!



Dari Amīr al-Mu’minīn, Abū Hafsh ‘Umar bin al-Khaththāb, dia menjelaskan bahwa dia mendengar Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena urusan dunia yang ingin digapainya atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang diniatkannya tersebut”
(HR. al-Bukhāriy dan Muslim)
Faedah Hadits:
  • Tidak akan pernah ada amal perbuatan kecuali disertai dengan niat.
  • Amal perbuatan tergantung niatnya.
  • Pahala seseorang yang mengerjakan suatu amal perbuatan sesuai dengan niatnya.
  • Seorang ‘alim (guru, ustadz atau pendidik) diperbolehkan memberikan contoh dalam menerangkan dan menjelaskan.
  • Keutamaan hijrah, karena Rasulullah saw menjadikannya sebagai contoh permisalan. Dalam Shahih Muslim (No. 192), dari ‘Amr bin al-‘Ash, bahwa Rasulullah saw bersabda:, "Seseorang akan mendapatkan pahala kebaikan, atau dosa, atau terjerumus dalam perbuatan haram dikarenakan niatnya."
  • Suatu amal perbuatan tergantung wasilahnya. Maka sesuatu yang mubah dapat menjadi suatu bentuk ketaatan dikarenakan niat seseorang ketika mengerjakannya adalah untuk memperoleh kebaikan, seperti ketika makan dan minum, apabila diniatkan untuk menyemangatkan diri dalam ketaatan.
  •  Suatu amal perbuatan dapat menjadi kebaikan yang berpahala bagi seseorang, namun dapat pula menjadi dosa yang diharamkan bagi seseorang yang lain, adalah sesuai dengan niatnya.
  
·٠•●♥ Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ. ˙·٠•●♥ Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ. ˙·٠•●♥ Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ. ˙·٠•●♥ Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ. ˙·٠•●♥ Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ. ˙·٠•●♥ Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ. ˙·٠•●♥ Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ.

Malam ini saat membuka buku catatan, tertulis hadits tersebut di halaman depan, tepat berada di tengah-tengah halaman. Sejenak saya terdiam, memikirkan apa yang sudah saya perbuat selama ini. Apakah memang apa yang saya lakukan itu sudah diniatkan? Diniatkan untuk apa? Dan untuk siapa? Saya tergelitik untuk mengingat masa lalu yang membuat saya mendapatkan banyak pelajaran hanya dari satu hadits ini.

Ya, terkadang kita meniatkan sesuatu hanya saat kita melaksanakan ibadah rutin, misalnya shalat atau puasa, benar?! Padahal selama ini kita tidak menyadari bahwa apapun yang kita lakukan sebenarnya dapat menjadi suatu ladang ibadah juga untuk diri kita. Diri yang lalai akibat pergaulan yang menghebohkan di masa kini membuat saya - mungkin juga anda - lupa atas makna sebenarnya dari niat itu.

Salah satu yang saya ingat saat seorang guru pernah berkata, hal terkecil yang kita lakukan, misalnya saat perjalanan pergi ke sekolah yang diniatkan untuk mencari ilmu yang diridhai Allah sebenarnya sudah menambah pundi-pundi amal kebaikan kita. Memang kedengarannya aneh, bagaimana mungkin kita yang berjalan kaki saja sudah dihitung pahala? Itulah kuasa-Nya, dengan perhitungan yang sangat detil. Menakjubkan bukan?!

Contoh yang lain, misalnya saat seseorang memerlukan bantuan kita. Terkadang kita membantunya hanya untuk meringankan bebannya, entah setelah itu dia berterimakasih atau tidak pun kita tetap acuh tak acuh. Yang penting tugas saya selesai, itulah pikir kita. Padahal jika sedari awal kita memang sudah meniatkan untuk membantunya dengan ikhlas karena Allah dan meringankan bebannya, itu malah menjadi bonus untuk kita.

Oh iya, ada juga seorang teman yang pernah bertanya dalam suatu forum diskusi di kelas, bagaimana jika seseorang ingin membantu orang lain atau mengerjakan ibadah, namun terbersit niat untuk riya' (Sombong)

Saat itu guru saya hanya berkata,
"Apapun yang kalian kerjakan pastinya akan mendapatkan halangan dari setan, salah satunya terbersit untuk riya'. Lalu, apakah karena niat itu lantas kita membatalkan perbuatan yang akan kita lakukan? Tidak! Justru itulah upaya setan untuk membatalkan perbuatan baik kita".

Teman saya pun melanjutkan pertanyaannya, apa yang seharusnya kita lakukan? Karena menurutnya percuma saja jika kita melaksanakan suatu perbuatan baik namun berakhir dengan riya' yang sia-sia.

Guru saya pun menjawab kembali,
"Apakah kalian lupa bahwa Allah Maha Mengetahui apa-apa yang  ada dalam hati para hamba-Nya? Kerjakanlah apa yang menurut kalian itu baik dan sesuai dengan syariat Islam. Urusan riya' lah, pahala lah atau dosa sekalipun, hanya Allah yang berhak menentukan, dan kita yang hanya menjalankan dengan berharap keridhaan-Nya. Niat itu nantinya akan bisa berubah menjadi suatu keikhlasan jika kita terus mengerjakan kebaikan sambil mencoba berusaha mengikhlaskannya."
Ya, niat yang kita anggap sepele pun ternyata dapat membawa dampak yang besar untuk kita menjadi pribadi yang gemar mengerjakan amal kebaikan.Jadi, Luruskan NIAT !

Referensi :
http://eko-agus.abatasa.com/post/detail/3969/hadits-niat 
Sumber Gambar :
http://www.google.co.id/imgres?q=niat&um=1&hl=id&client=firefox-a&sa=N&rls=org.mozilla:en-US:official&biw=1280&bih=681&tbm=isch&tbnid=mEqudmFpn6zJ-M:&imgrefurl=http://penacantik.blogspot.com/2011/07/niat-yang-ternoda.html&docid=OVTqemvcTr33TM&imgurl=https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhNJjdpFr92I-1wM97vPffJuHI17dSqUTrp0ar2gAP4P9FVcJgrnVYh_yGawhaD-cLjRJAFv08PEPxvM1HzF494X46p2r_unMGRPHbVcSPafCAWkzjSVZZT07txX8Wy_F0V7keGJiZbloI_/s1600/niat.png&w=450&h=500&ei=tZ38Tu2ROtHOrQe5p_ToDw&zoom=1
http://www.google.co.id/imgres?q=niat&um=1&hl=id&client=firefox-a&sa=N&rls=org.mozilla:en-US:official&biw=1280&bih=681&tbm=isch&tbnid=mWMmNNasMQ9Z9M:&imgrefurl=http://dita-kinako.blogspot.com/2011_01_01_archive.html&docid=4tZVfQ05P--EfM&imgurl=https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYG_tTG92gx3vQiG_i3wZ3WpHfTSF7TjSzBrGbMDa5mpO3n35aH9myqi9FdyVdPpd2IdjZzqoHiXDVABTmCNHNDj7ytvN6rRXP5liL1sqwZXz6hujGfM3g3eP2-9_-MQLylS2wkBeqM1E/s1600/niat.jpg&w=461&h=602&ei=tZ38Tu2ROtHOrQe5p_ToDw&zoom=1
http://www.google.co.id/imgres?q=niat&um=1&hl=id&client=firefox-a&sa=N&rls=org.mozilla:en-US:official&biw=1280&bih=681&tbm=isch&tbnid=q8l7xaldmwfjVM:&imgrefurl=http://shonave.wordpress.com/2010/08/22/niat/&docid=ejBdvJMxyz5-gM&imgurl=http://shonave.files.wordpress.com/2010/08/niat.jpg&w=440&h=421&ei=tZ38Tu2ROtHOrQe5p_ToDw&zoom=1

Manusia dan Harapan

Harapan


Setiap manusia memilik harapan yang bergantung pada pengetahuan, pengalaman, lingkungan hidup dan kemampuan tiap individu. Berhasil atau tidaknya harapan tergantung pada usaha orang yang mempunyai harapan tersebut, yang didasarkan pada kepercayaan diri sendiri dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bila dibandingkan dengan cita-cita, maka harapan mengandung pengertian tidak terlalu muluk, sedangkan cita-cita perlu setinggi bintang. Persamaan antara keduanya yaitu menyangkut masa depan yang belum terwujud.

Ada dua hal yang mendorong manusia hidup dalam pergaulan manusia lain yaitu dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup. Oleh karena itu, menurut Maslow, manusia mempunyai harapan. Sesuai dengan kodratnya, manusia mempunyai kebutuhan yaitu kelangsungan hidup, keamanan, hak dan kewajiban dicintai maupun mencintai, diakui lingkungan, serta perwujudan cita-cita.

Kepercayaan


Berasal dari kata percaya, yaitu mengakui atau meyakini akan suatu kebenaran. Kebenaran merupakan fokus dari segala pikiran, sikap dan perasaan untuk mengontrol manusia agar tidak menyimpang.

Dr. Yuyun Suriasumantri dalam bukunya tentang filsafat, mengemukakan teori tentang kebenaran, yaitu :
  • Teori koherensi
Suatu pernyataan yang dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyatan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Misalnya setiap yang bernyawa akan mati.
  • Teori korespondensi
Teori yang menyatakan bahwa suatu pernyataan benar bila materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut.
  • Teori pragmatis
Kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan itu bersifal fungsional dalam kehidupan praktis.

Dasar kepercayaan adalah kebenaran dan sumber kebenaran tersebut adalah manusia. Kepercayaan terbagi menjadi :
  1. Kepercayaan terhadap diri sendiri 
  2. Kepercayaan terhadap orang lain 
  3. Kepercayaan terhadap pemerintah 
  4. Kepercayaan terhadap Tuhan
Sumber :
e-book MKDU Ilmu Budaya Dasar Universitas Gunadarma

Sumber gambar :

Manusia dan Kegelisahan

Pengertian Kegelisahan


Kegelisahan beraal dari kata gelisah, berarti hati yang tidak tentram dan selalu merasa khawatir, disertai rasa tidak sabar, tidak tenang dan cemas. Kegelisahan hanya dapat diketahui dari gejala tingkah laku seseorang dalam suatu situasi tertentu, terutama menunjukkan ekspresi kecemasan.


Sigmun Freud berpendapat bahwa ada 3 macam kecemasan yang menimpa manusia, yaitu :
  • Kecemasan obyektif
Suatu pengalaman perasaan sebagai akibat pengamatan atau suatu bahaya dalam dunia luar. Bahaya merupakan keadaan lingkungan dimana seseorang merasakan ada ancaman yang akan membahayakannya dan pengalaman ini menimbulkan kecemasan. Misalnya seseorang menjadi takut jika berada dekat dengan benda-benda tertentu di suatu kondisi.
  • Kecemasan neorotis
Suatu kecemasan yang timbul akibat pengamatan tentang bahaya dari naluriah. Menurut Sigmun Freud, kecemasan ini dibag menjadi 3 yaitu kecemasan yang timbul akibat penyesuaian diri dengan lingkungan, bentuk ketakutan yang irrasional atau phobia, serta rasa takut akibat gugup dalam suatu keadaan.
  • Kecemasan moril
Kecemasan yang disebabkan karena pribadi seseorang. Beberapa macam emosi negatif dapat menyebabkan seseorang bersikap khawatir, takut, cemas, dan putus asa.

Kecemasan ini dapat diatasi jika seseorang memiliki ketenangan dalam berpikir dan bertindak, sehingga kesulitan yang dihadapinya bisa diatasi.

Keterasingan


Berasal dari kata asing yang berarti tersisihkan dari yang lain atau terpencil. Biasanya terasingkan berkaitan dengan tersisihnya seseorang dari suatu pergaulan dalam bagian hidup. Penyebabnya adalah perilakunya yang tidak dapat diterima atau tidak dapat dibenarkan masyarakat, atau kekurangan yang ada dalam dirinya sehingga ia sulit menyesuaikan diri dengan masyarakat.

Kesepian


Berasal dari kata sepi, berarti sunyi atau lengang. Orang yang mengalami kesepian biasanya disebabkan adanya frustasi yang nantinya akan merasakan keterasingan dari orang-orang di sekitarnya.

Ketidakpastian


Berasal dari kata tidak pasti atau tidak tentu, yang berarti suatu keadaan tanpa arah yang jelas, tanpa asal-usul yang jelas akibat pikiran yang tidak terkonsentrasi. Beberapa sebab seseorang mengalami ketidakpastian dalam berpikir yaitu obsesi, phobia, kompulasi, histeria, delusi, halusinasi, atau keadaan emosi.

Bila penyebabnya sudah diketahui, maka selanjutnya penyembuhannya tergantung pada mental si penderita. Jika tidak dapat teratasi, maka lebih baik diajukan ke psikolog untuk menerima terapi.

Sumber :
e-book MKDU Ilmu Budaya Dasar Universitas Gunadarma

Sumber Gambar :